Sejarah Iran
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sejarah awal
Iran meliputi negara Iran dan juga negara-negara tetangganya yang mempunyai persamaan dalam kebudayaan dan bahasa. Ketika itu, negara-negara ini diperintah oleh kekaisaran-kekaisaran seperti
Media dan
Akhemenid.
Sassania adalah kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Kemudian Persia bergabung menjadi sebagian khilafah Islam awal. Sejarah Iran khusus pula dimulai dengan
dinasti Zand pada
abad ke-16.
Kekaisaran Persia
Pemerintahan lama
Iran dikenal sebagai Kekaisaran Persia hingga
1935 di mana Shah Reza mengumumkan nama setempat Persia yaitu Iran. Nama Persia ini diambil dari kata Yunani:
Persis. Orang
Persia pun menamakan peradaban mereka Iran atau Iranshahr sejak zaman
Sassania.
Nama Persia ini sebenarnya diambil dari kata
Fars atau
Pars (dalam
Bahasa Persia). Menuruti
bahasa Yunani, negara-negara Eropa menamakan Iran sebagai Persia. Ini karena tanah Iran dan negara-negara sekitarnya adalah panggung peradaban dan kekaisaran-kekaisaran lama Persia. Nama Iran mulai digunakan pada tahun 1935 saat
Shah Reza Pahlavi, raja Iran meminta agar masyarakat internasional menggunakan istilah Iran. Istilah ini berarti
Bumi Arya.
Kekaisaran Persia terdiri dari beberapa dinasti dimulai dengan Dinasti
Akhemenid yang merupakan kekaisaran Persia awal. Pemerintahan ini didirikan oleh
Cyrus Agung di mana ia berjaya menyatukan pemerintahan kecil dan suku-suku di tanah Iran.
Sassania adalah kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Persia kemudian ditaklukkan oleh bangsa
Arab diikuti dengan Turki (Tentara
Seljuk), Mongol,
Inggris dan
Rusia. Di balik penaklukan ini, etnis Persia berhasil mempertahankan kebudayaan, bahasa dan jati diri mereka.
[sunting] Kedatangan Islam
Setelah kekalahan
Sassania ke tangan pasukan Islam, Persia kemudian diperintah oleh khilafah
Bani Umayyah dan
Bani Abbasiyah. Semasa pemerintahan Abbasiyah, orang Persia memainkan peranan penting dalam menyumbang kegemilangan Islam.
Setelah pemerintahan
Abbasiyah, Persia mulai mencapai kemerdekaan mereka dengan mendirikan sebuah pemerintahan dimulai dengan
Thahiriyah dan disusul dengan
Saffariyah,
Ziyariyah dan
Samaniyah. Pemerintahan-pemerintahan ini mulai menaklukkan kembali wilayah-wilayah Persia dari tangan Abbasiyah. Pada zaman
Buwaihidah, Persia berhasil menaklukkan semua wilayah mereka dan juga kota
Baghdad dan memenjarakan khalifah Abbasiyah. Pemerintah Buwayhidah mulai memakai kembali gelar
Shah yang merupakan warisan Sassania.
[1][sunting] Zaman Pertengahan
Dinasti-dinasti yang memerintah Persia selepas ini adalah keturunan bangsa Turki dari
Asia Tengah. Pada mulanya, mereka ini hanyalah tentara budak pada zaman
Abbasiyah. Namun begitu, mereka menguasai administrasi khilafah Abbasiyah menyusul kelemahan khalifahnya. Setelah kejatuhan Abbasiyah, pemerintahan-pemerintahan kecil mulai naik di seluruh Iran. Antara lain yang utama ialah
Thahiriyah dari
Khorasan (
820-
872),
Saffariyah di
Sistan (
867-
903), dan
Samaniyah di
Bukhara (
875-
1005). Pada
962, seorang pegawai pasukan budak Samaniyah,
Aluptigin, menaklukkan
Ghazna dan mendirikan pemerintahan
Ghaznawiyah.
Persia kemudian diserang dan ditaklukkan oleh pasukan Turki Utsmani yaitu tentara
Seljuk Oghuz dari
Amu Darya. Pimpinan mereka
Tughril Beg kemudian dianugerahi sebuah jubah, hadiah dan juga gelar Raja di Timur. Ketika Iran di bawah pemerintahan
Shah Malik (pengganti Tughril) (1072–1092), Iran menyaksikan penyuburan kembali kebudayaan dan kegemilangan sains mereka dan ini merupakan jasa raja muda Shah Malik yaitu
Nizam al Mulk. Pada zaman ini juga, sebuah observatorium dibangun di mana
Omar Khayyám, seorang ahli astrologi membuat eksperimen kalender baru. Selain itu, sekolah-sekolah agama turut dibangun di kota-kota utama.
Abu Hamid Ghazali, seorang pakar teologi Islam, dan juga beberapa cendekiawan Islam di Baghdad turut dijemput meneruskan penyelidikan mereka di Iran.
Setelah kematian Shah Malik, Iran terpecah kembali pada pemerintahan-pemerintahan kecil. Pada masa inilah
Genghis Khan dari Mongolia memasuki Persia dan memusnahkan kota-kotanya. Sebelum matinya, tentera Mongol telah menaklukkan Azarbaijan dan memusnahkan kota itu.
Penaklukan ini menyebabkan kehancuran yang besar bagi rakyat Iran. Sistem irigasi dimusnahkan menyebabkan beberapa permukiman terpaksa diubah. Mereka terpaksa mencari wahah sebagai sumber air. Sebagian besar penduduk Iran, terutama elaki dibunuh dan populasi Iran jatuh mendadak. Pemerintah Mongol hanya berbuat sedikit untuk memperbaiki Iran. Cucu Genghis,
Hulagu Khan, menaklukkan Baghdad pada tahun 1258 dan membunuh khalifah terakhir Abbasiyah. Merajalelanya Hulagu Khan di TimTeng dijepit oleh tentara
Mamluk (dari
Mesir) di
Palestina. Hulagu Khan kemudian kembali ke Iran dan menetap di Azerbaijan hingga kematiannya.
Pemerintah Mongol selepas ini,
Ghazan Khan (
1295-
1304) dan juga wazirnya
Rashid ad Din memulihkan kembali ekonomi Iran. Cukai untuk pekerja diturunkan, pertanian digalakkan, membangun kembali sisten irigasi dan memperbaiki keselamatan jalur perdagangan. Hasilnya, perdagangan meningkat dengan pantas dan barang dari India dan China dapat dibawa masuk ke Iran dengan senang. Ghazan kemudian diganti oleh kemenakannya
Abu Said dan selepas meninggalnya Abu Said, Iran sekali lagi terpecah pada beberapa pemerintahan kecil seperti
Salghuriyah,
Muzaffariyah,
Inju, dan
Jalayiridah.
Peninggalan tentara Mongolia di bawah pimpinan
Timur Lenk, seorang Mongol bangsa Turki, kemudian masuk dan menaklukkan Persia. Ia menaklukkan
Transoxiana dan menjadi sultan di sana. Tidak seperti Genghis Khan, serangan Timur Lenk tejadi pelan-pelan dan tidak membawa banyak kerusakan. Ini karena tentaranya tidak sebesar tentera Genghis Khan. Namun begitu,
Isfahan dan
Shiraz tetap mengalami kehancuran parah. Selepas kematiannya, kesultanan ini terpecah belah tetapi kelompok-kelompok Mongolia yaitu
Uzbek dan Bayundur
Turkmen masih memerintah kawasan Iran hinggal bangkitnya kesultanan
Safavid.
[sunting] Zaman Modern
Pada zaman
Safavid (
1502-
1736), kebudayaan Persia mulai berkembang kembali terutama pada zaman
Shah Abbas I. Sebagian sejarawan berpendapat bahawa negara Iran modern didirikan oleh Kesultanan Safavid. Banyak kebudayaan Iran pada hari ini berasal dari zaman pemerintahan Safavid termasuk pengenalan aliran
Syiah di Iran.
Selepas era Safavid, Iran kemudian diperintah oleh
Wangsa Zand,
Qajar dan akhirnya
Pahlavi. Pada kurun ke-17, negara-negara
Eropa mulai menjelajahi Iran dan menapakkan pengaruh mereka di sana. Akibatnya Iran mulai kehilangan beberapa wilayahnya kepada negara-negara ini menyusul beberapa perjanjian perdamaian seperti
perjanjian Turkmanchai dan
perjanjian Gulistan.
Pada lewat abad ke-19, Iran memasuki sebuah era baru ketika terjadinya
Revolusi Konstitusi Iran, yang merupakan sebuah revolusi yang memperkenalkan sistem monarki konstitusional. Tetapi Shah Iran atau raja Iran masih berjaya mempertahankan kekuasaan mereka. Sebuah parlemen yang dinamai
Majles didirikan pada
7 Oktober 1906.
Penemuan minyak mentah di wilayah
Khuzestan menarik minat Inggris dan Rusia untuk meluaskan pengaruh mereka di Iran. Kedua adidaya ini bersaing untuk memonopoli minyak Iran dan akhirnya memecah belah Iran. Disebabkan kelemahan pemerintahan Iran saat itu (pemerintahan
Qajar,) menangani kuasa-kuasa ini, maka terjadilah pemberontakan oleh
Reza Pahlavi yang mana ia berhasil menobatkan dirinya sendiri menjadi Shah Iran yang baru dan mendirikan
Dinasti Pahlavi.
[sunting] Perang Dunia
Ketika
Perang Dunia I, Iran berada di bawah pengaruh Inggris dan Rusia walaupun kebijakan pemerintahannya netral. Pada 1919, Inggris mencoba menjadikan Iran sebagai negeri naungan mereka tetapi rencana macet saat
Shah Reza menggulingkan Pemerintahan Qajar dan mendirikan Dinasti Pahlavi. Shah Reza Pahlavi memerintah Iran selama 16 tahun dan memulai proses pemodernan Iran serta mendirikan pemerintahan sekular baru.
Sejak penemuan minyak, Iran menjadi sumber cadangan minyak utama bagi negara-negara Sekutu. Ketika
Perang Dunia II, tentara Sekutu meminta agar Shah Reza menghalau keluar teknisi Jerman tetapi permintaan ini ditolak. Maka, tentara Sekutu melancarkan serangan atas Iran dan menyingkirkan Shah Reza dan melantik puteranya
Shah Mohammad Reza menjadi pengganti Shah Iran. Namun begitu, Shah Mohammad hanyalah boneka Inggris dalam administrasi Iran dan pemerintahannya bersifat otokratis dan dibenci rakyat Iran.
[sunting] Revolusi Islam
Setelah berbulan lamanya protes dilancarkan terhadap pemerintahan tangan besi Shah Mohammad, pada
16 Januari 1979 ia terpaksa melarikan diri ke Mesir sekaligus mengakhiri dinasti Pahlavi. Selepas itu, Iran terlibat dalam kancah domestik yang menyaksikan persengketaan di antara pendukung revolusi Iran dan pendukung kerajaan sementara warisan Shah Mohammad yang dikepalai Dr.
Shapour Bakhtiar. Pada saat kembalinya
Ayatollah Khomeini, pencetus revolusi Iran, ia melantik
Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri baru Iran. Ini menyebabkan Iran terbagi dua, pemerintahan revolusi dan pemerintahan sementara. Namun begitu, pemerintahan sementara Iran kalah dalam persaingan merebut kuasa saat pihak militer Iran menyatakan netral. Setelah itu, jajak pendapat dibuat untuk mendirikan sebuah pemerintahan baru. Keputusannya, 98% rakyat Iran menyokong gagasan ini dan akhirnya terbentuklah
Republik Islam Iran