Wednesday 16 February 2011

Tugas Sejarah 2

Sejarah Iran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Proskynesis.jpg
Sejarah Iran
Kekaisaran Persia (Iran)
Sejarah awal Iran meliputi negara Iran dan juga negara-negara tetangganya yang mempunyai persamaan dalam kebudayaan dan bahasa. Ketika itu, negara-negara ini diperintah oleh kekaisaran-kekaisaran seperti Media dan Akhemenid. Sassania adalah kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Kemudian Persia bergabung menjadi sebagian khilafah Islam awal. Sejarah Iran khusus pula dimulai dengan dinasti Zand pada abad ke-16.

Daftar isi

[sembunyikan]

Kekaisaran Persia


Kekaisaran Achaemenid di puncak kejayaannya
Pemerintahan lama Iran dikenal sebagai Kekaisaran Persia hingga 1935 di mana Shah Reza mengumumkan nama setempat Persia yaitu Iran. Nama Persia ini diambil dari kata Yunani: Persis. Orang Persia pun menamakan peradaban mereka Iran atau Iranshahr sejak zaman Sassania.
Nama Persia ini sebenarnya diambil dari kata Fars atau Pars (dalam Bahasa Persia). Menuruti bahasa Yunani, negara-negara Eropa menamakan Iran sebagai Persia. Ini karena tanah Iran dan negara-negara sekitarnya adalah panggung peradaban dan kekaisaran-kekaisaran lama Persia. Nama Iran mulai digunakan pada tahun 1935 saat Shah Reza Pahlavi, raja Iran meminta agar masyarakat internasional menggunakan istilah Iran. Istilah ini berarti Bumi Arya.
Kekaisaran Persia terdiri dari beberapa dinasti dimulai dengan Dinasti Akhemenid yang merupakan kekaisaran Persia awal. Pemerintahan ini didirikan oleh Cyrus Agung di mana ia berjaya menyatukan pemerintahan kecil dan suku-suku di tanah Iran. Sassania adalah kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Persia kemudian ditaklukkan oleh bangsa Arab diikuti dengan Turki (Tentara Seljuk), Mongol, Inggris dan Rusia. Di balik penaklukan ini, etnis Persia berhasil mempertahankan kebudayaan, bahasa dan jati diri mereka.

[sunting] Kedatangan Islam

Setelah kekalahan Sassania ke tangan pasukan Islam, Persia kemudian diperintah oleh khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Semasa pemerintahan Abbasiyah, orang Persia memainkan peranan penting dalam menyumbang kegemilangan Islam.
Setelah pemerintahan Abbasiyah, Persia mulai mencapai kemerdekaan mereka dengan mendirikan sebuah pemerintahan dimulai dengan Thahiriyah dan disusul dengan Saffariyah, Ziyariyah dan Samaniyah. Pemerintahan-pemerintahan ini mulai menaklukkan kembali wilayah-wilayah Persia dari tangan Abbasiyah. Pada zaman Buwaihidah, Persia berhasil menaklukkan semua wilayah mereka dan juga kota Baghdad dan memenjarakan khalifah Abbasiyah. Pemerintah Buwayhidah mulai memakai kembali gelar Shah yang merupakan warisan Sassania.[1]

[sunting] Zaman Pertengahan

Dinasti-dinasti yang memerintah Persia selepas ini adalah keturunan bangsa Turki dari Asia Tengah. Pada mulanya, mereka ini hanyalah tentara budak pada zaman Abbasiyah. Namun begitu, mereka menguasai administrasi khilafah Abbasiyah menyusul kelemahan khalifahnya. Setelah kejatuhan Abbasiyah, pemerintahan-pemerintahan kecil mulai naik di seluruh Iran. Antara lain yang utama ialah Thahiriyah dari Khorasan (820-872), Saffariyah di Sistan (867-903), dan Samaniyah di Bukhara (875-1005). Pada 962, seorang pegawai pasukan budak Samaniyah, Aluptigin, menaklukkan Ghazna dan mendirikan pemerintahan Ghaznawiyah.
Persia kemudian diserang dan ditaklukkan oleh pasukan Turki Utsmani yaitu tentara Seljuk Oghuz dari Amu Darya. Pimpinan mereka Tughril Beg kemudian dianugerahi sebuah jubah, hadiah dan juga gelar Raja di Timur. Ketika Iran di bawah pemerintahan Shah Malik (pengganti Tughril) (1072–1092), Iran menyaksikan penyuburan kembali kebudayaan dan kegemilangan sains mereka dan ini merupakan jasa raja muda Shah Malik yaitu Nizam al Mulk. Pada zaman ini juga, sebuah observatorium dibangun di mana Omar Khayyám, seorang ahli astrologi membuat eksperimen kalender baru. Selain itu, sekolah-sekolah agama turut dibangun di kota-kota utama. Abu Hamid Ghazali, seorang pakar teologi Islam, dan juga beberapa cendekiawan Islam di Baghdad turut dijemput meneruskan penyelidikan mereka di Iran.
Setelah kematian Shah Malik, Iran terpecah kembali pada pemerintahan-pemerintahan kecil. Pada masa inilah Genghis Khan dari Mongolia memasuki Persia dan memusnahkan kota-kotanya. Sebelum matinya, tentera Mongol telah menaklukkan Azarbaijan dan memusnahkan kota itu.
Penaklukan ini menyebabkan kehancuran yang besar bagi rakyat Iran. Sistem irigasi dimusnahkan menyebabkan beberapa permukiman terpaksa diubah. Mereka terpaksa mencari wahah sebagai sumber air. Sebagian besar penduduk Iran, terutama elaki dibunuh dan populasi Iran jatuh mendadak. Pemerintah Mongol hanya berbuat sedikit untuk memperbaiki Iran. Cucu Genghis, Hulagu Khan, menaklukkan Baghdad pada tahun 1258 dan membunuh khalifah terakhir Abbasiyah. Merajalelanya Hulagu Khan di TimTeng dijepit oleh tentara Mamluk (dari Mesir) di Palestina. Hulagu Khan kemudian kembali ke Iran dan menetap di Azerbaijan hingga kematiannya.
Pemerintah Mongol selepas ini, Ghazan Khan (1295-1304) dan juga wazirnya Rashid ad Din memulihkan kembali ekonomi Iran. Cukai untuk pekerja diturunkan, pertanian digalakkan, membangun kembali sisten irigasi dan memperbaiki keselamatan jalur perdagangan. Hasilnya, perdagangan meningkat dengan pantas dan barang dari India dan China dapat dibawa masuk ke Iran dengan senang. Ghazan kemudian diganti oleh kemenakannya Abu Said dan selepas meninggalnya Abu Said, Iran sekali lagi terpecah pada beberapa pemerintahan kecil seperti Salghuriyah, Muzaffariyah, Inju, dan Jalayiridah.
Peninggalan tentara Mongolia di bawah pimpinan Timur Lenk, seorang Mongol bangsa Turki, kemudian masuk dan menaklukkan Persia. Ia menaklukkan Transoxiana dan menjadi sultan di sana. Tidak seperti Genghis Khan, serangan Timur Lenk tejadi pelan-pelan dan tidak membawa banyak kerusakan. Ini karena tentaranya tidak sebesar tentera Genghis Khan. Namun begitu, Isfahan dan Shiraz tetap mengalami kehancuran parah. Selepas kematiannya, kesultanan ini terpecah belah tetapi kelompok-kelompok Mongolia yaitu Uzbek dan Bayundur Turkmen masih memerintah kawasan Iran hinggal bangkitnya kesultanan Safavid.

[sunting] Zaman Modern


Persia pada tahun 1808.
Pada zaman Safavid (1502-1736), kebudayaan Persia mulai berkembang kembali terutama pada zaman Shah Abbas I. Sebagian sejarawan berpendapat bahawa negara Iran modern didirikan oleh Kesultanan Safavid. Banyak kebudayaan Iran pada hari ini berasal dari zaman pemerintahan Safavid termasuk pengenalan aliran Syiah di Iran.
Selepas era Safavid, Iran kemudian diperintah oleh Wangsa Zand, Qajar dan akhirnya Pahlavi. Pada kurun ke-17, negara-negara Eropa mulai menjelajahi Iran dan menapakkan pengaruh mereka di sana. Akibatnya Iran mulai kehilangan beberapa wilayahnya kepada negara-negara ini menyusul beberapa perjanjian perdamaian seperti perjanjian Turkmanchai dan perjanjian Gulistan.
Pada lewat abad ke-19, Iran memasuki sebuah era baru ketika terjadinya Revolusi Konstitusi Iran, yang merupakan sebuah revolusi yang memperkenalkan sistem monarki konstitusional. Tetapi Shah Iran atau raja Iran masih berjaya mempertahankan kekuasaan mereka. Sebuah parlemen yang dinamai Majles didirikan pada 7 Oktober 1906.
Penemuan minyak mentah di wilayah Khuzestan menarik minat Inggris dan Rusia untuk meluaskan pengaruh mereka di Iran. Kedua adidaya ini bersaing untuk memonopoli minyak Iran dan akhirnya memecah belah Iran. Disebabkan kelemahan pemerintahan Iran saat itu (pemerintahan Qajar,) menangani kuasa-kuasa ini, maka terjadilah pemberontakan oleh Reza Pahlavi yang mana ia berhasil menobatkan dirinya sendiri menjadi Shah Iran yang baru dan mendirikan Dinasti Pahlavi.

[sunting] Perang Dunia

Ketika Perang Dunia I, Iran berada di bawah pengaruh Inggris dan Rusia walaupun kebijakan pemerintahannya netral. Pada 1919, Inggris mencoba menjadikan Iran sebagai negeri naungan mereka tetapi rencana macet saat Shah Reza menggulingkan Pemerintahan Qajar dan mendirikan Dinasti Pahlavi. Shah Reza Pahlavi memerintah Iran selama 16 tahun dan memulai proses pemodernan Iran serta mendirikan pemerintahan sekular baru.
Sejak penemuan minyak, Iran menjadi sumber cadangan minyak utama bagi negara-negara Sekutu. Ketika Perang Dunia II, tentara Sekutu meminta agar Shah Reza menghalau keluar teknisi Jerman tetapi permintaan ini ditolak. Maka, tentara Sekutu melancarkan serangan atas Iran dan menyingkirkan Shah Reza dan melantik puteranya Shah Mohammad Reza menjadi pengganti Shah Iran. Namun begitu, Shah Mohammad hanyalah boneka Inggris dalam administrasi Iran dan pemerintahannya bersifat otokratis dan dibenci rakyat Iran.

[sunting] Revolusi Islam

Setelah berbulan lamanya protes dilancarkan terhadap pemerintahan tangan besi Shah Mohammad, pada 16 Januari 1979 ia terpaksa melarikan diri ke Mesir sekaligus mengakhiri dinasti Pahlavi. Selepas itu, Iran terlibat dalam kancah domestik yang menyaksikan persengketaan di antara pendukung revolusi Iran dan pendukung kerajaan sementara warisan Shah Mohammad yang dikepalai Dr. Shapour Bakhtiar. Pada saat kembalinya Ayatollah Khomeini, pencetus revolusi Iran, ia melantik Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri baru Iran. Ini menyebabkan Iran terbagi dua, pemerintahan revolusi dan pemerintahan sementara. Namun begitu, pemerintahan sementara Iran kalah dalam persaingan merebut kuasa saat pihak militer Iran menyatakan netral. Setelah itu, jajak pendapat dibuat untuk mendirikan sebuah pemerintahan baru. Keputusannya, 98% rakyat Iran menyokong gagasan ini dan akhirnya terbentuklah Republik Islam Iran

[sunting]

tugas Sejarah

Kekaisaran Media dan Kekaisaran Akhemeniyah (3200SM – 330SM)

Dari tulisan-tulisan sejarah, peradaban Iran yang pertama ialah Proto-Iran, diikuti dengan peradaban Elam. Pada milenium kedua dan ketiga, Bangsa Arya hijrah ke Iran dan mendirikan kekaisaran pertama Iran, Kekaisaran Media (728SM-550SM). Kekaisaran ini telah menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran Iran, yang disusul dengan Kekaisaran Akhemeniyah (648SM–330SM) yang didirikan oleh Koresh yang Agung.
Koresh Agung juga terkenal sebagai pemerintah pertama yang mewujudkan undang-undang mengenai hak-hak kemanusiaan, tertulis di atas artefak yang dikenal sebagai Silinder Koresh. Ia juga merupakan pemerintah pertama yang memakai gelar Agung dan juga Shah Iran. Di zamannya, perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya (juga dikenal sebagai Kekaisaran Persia.) Gagasan ini kemudian memberi dampak yang besar pada peradaban-peradaban manusia setelah zamannya.
Kekaisaran Persia kemudian diperintah oleh Cambyses selama tujuh tahun (531SM - 522SM) dan kemangkatannya disusul dengan perebutan kuasa. Akhirnya Darius yang Agung (522SM -486SM) menang dan dinyatakan sebagai raja.
Ibu kota Persia pada zaman Darius dipindahkan ke Susa dan ia mulai membangun Persepolis. Sebuah terusan di antara Sungai Nil dan Laut Merah turut dibangun dan menjadikannya pelopor untuk pembangunan Terusan Suez. Sistem jalan juga turut diperbaharui dan sebuah jalan raya dibangun menghubungkan Susa dan Sardis. Jalan raya ini dikenal sebagai Jalan Kerajaan.
Selain itu, mata uang syiling dalam bentuk daric (syiling emas) dan juga Shekel (syiling perak) diperkenalkan ke seluruh dunia. Bahasa Persia Kuno turut diperkenalkan dan diterbitkan di dalam prasasti-prasasti kerajaan.
Di bawah pemerintahan Koresh yang Agung dan Darius yang Agung, Kekaisaran Persia menjadi sebuah kekaisaran yang terbesar dan terkuat di dunia zaman itu. Pencapaian utamanya ialah sebuah kekaisaran besar pertama yang mengamalkan sikap toleransi dan menghormati budaya-budaya dan agama-agama lain di kawasan jajahannya.

[sunting] Kekaisaran Seleukus (330SM ~ 248SM)

Pada tahun 330SM Kekaisaran Akhemeniyah diserang oleh Kerajaan Yunani yang di pimpin salah satu jenderal dari Alexander Agung yang bernama Seleukus dan lahirlah pemerintahan baru Persia yaitu Kekaisaran Seleukus dari Yunani. Seleukus mengangkat dirinya menjadi Kaisar setelah Alexander Agung wafat.

[sunting] Kekaisaran Iran Ketiga: Kekaisaran Parthia (248SM – 224M)

Kekaisaran Parthia
Parthia bermula dengan Dinasti Arsacida yang menyatukan dan memerintah dataran tinggi Iran, yang juga turut menaklukkan wilayah timur Yunani pada awal abad ketiga Masehi dan juga Mesopotamia antara tahun 150 SM dan 224 M. Parthia juga merupakan musuh bebuyutan Romawi di sebelah timur, dan membatasi bahaya Romawi di Anatolia. Tentara-tentara Parthia terbagi atas dua kelompok berkuda, tentara berkuda yang berperisai dan membawa senjata berat, dan tentara berkuda yang bersenjata ringan dan kudanya lincah bergerak. Sementara itu, tentara Romawi terlalu bergantung kepada infantri, menyebabkan Romawi sukar untuk mengalahkan Parthia. Tetapi, Parthia kekurangan teknik dalam perang tawan, menyebabkan mereka sukar mengawal kawasan taklukan. Ini menyebabkan kedua belah pihak gagal mengalahkan satu sama lain.
Kekaisaran Parthia tegak selama lima abad (Berakhir pada tahun 224 M,) dan raja terakhirnya kalah di tangan kekaisaran lindungannya, yaitu Sassania.

[sunting] Kekaisaran Iran Keempat: Kekaisaran Sassania (226–651)

Kekaisaran Sassania pada zaman kegemilangannya.
Ardashir I, shah pertama Kekaisaran Sassania, mula membangun kembali ekonomi dan militer Persia. Wilayahnya meliputi kawasan Iran modern, Irak, Suriah, Pakistan, Asia Tengah dan wilayah Arab. Pada zaman Khosrau II (590-628) pula, kekaisaran ini diperluas hingga Mesir, Yordania, Palestina, dan Lebanon. Orang-orang Sassania menamakan kekaisaran mereka Erānshahr (atau Iranshæhr, "Penguasaan Orang Arya".)
Sejarah Iran seterusnya diikuti dengan konflik selama enam ratus tahun dengan Kekaisaran Romawi. Menurut sejarawan, Persia kalah dalam Perang al-Qādisiyyah (632 M) di Hilla, Iraq. Rostam Farrokhzād, seorang jenderal Persia, dikritik kerana keputusannya untuk berperang kengan orang Arab di bumi Arab sendiri. Kekalahan Sassania di Irak menyebabkan tentara mereka tidak keruan dan akhirnya ini memberi jalan kepada futuhat Islam atas Persia.
Era Sassania menyaksikan memuncaknya peradaban Persia, dan merupakan kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Pengaruh dan kebudayaan Sassania kemudian diteruskan setelah pemelukan Islam oleh bangsa Persia.

[sunting] Islam Persia dan Zaman Kegemilangan Islam Persia (700–1400)

Setelah pemelukan Islam, orang-orang Persia mulai membentuk gambaran Islam Persia, di mana mereka melestarikan gambaran sebagai orang Persia tetapi pada masa yang sama juga sebagai muslim. Pada tahun 8 M, Parsi memberi bantuan kepada Abbassiyah memerangi tentara Umayyah, karena Bani Umayyah hanya mementingkan bangsa Arab dan memandang rendah kepada orang Persia. Pada zaman Abbassiyah, orang-orang Persia mulai melibatkan diri dalam administrasi kerajaan. Sebagian mendirikan dinasti sendiri.
Pada abad kesembilan dan kesepuluh, terdapat beberapa kebangkitan ashshobiyyah Persia yang menentang gagasan Arab sebagai Islam dan Muslim. Tetapi kebangkitan ini tidak menentang identitas seorang Islam. Salah satu dampak kebangkitan ini ialah penggunaan bahasa Persia sebagai bahasa resmi Iran (hingga hari ini.)
Pada zaman ini juga, para ilmuwan Persia menciptakan Zaman Kegemilangan Islam. Sementara itu Persia menjadi tumpuan penyebaran ilmu sains, filsafat dan teknik. Ini kemudian mempengaruhi sains di Eropa dan juga kebangkitan Renaissance.
Bermula pada tahun 1220, Parsi dimasuki oleh tentera Mongolia di bawah pimpinan Genghis Khan, diikuti dengan Tamerlane, dimana kedua penjelajah ini menyebabkan kemusnahan yang parah di Persia.

[sunting] Islam Syi'ah, Kekaisaran Safawi, Dinasti Qajar/Pahlavi dan Iran Modern (1501 – 1979)

Parsi mulai berganti menjadi Islam Syiah pada zaman Safawi, pada tahun 1501. Dinasti Safawi kemudian menjadi salah sebuah penguasa dunia yang utama dan mulai mempromosikan industri pariwisata di Iran. Di bawah pemerintahannya, arsitektur Persia berkembang kembali dan menyaksikan pembangunan monumen-monumen yang indah. Kejatuhan Safawi disusuli dengan Persia yang menjadi sebuah medan persaingan antara kekuasaan Kekaisaran Rusia dan Kekaisaran Britania (yang menggunakan pengaruh Dinasti Qajar). Namun begitu, Iran tetap melestarikan kemerdekaan dan wilayah-wilayahnya, menjadikannya unik di rantau itu. Modernisasi Iran yang bermula pada lewat abad ke-19, membangkitkan keinginan untuk berubah dari orang-orang Persia. Ini menyebabkan terjadinya Revolusi Konstitusi Persia pada tahun 1905 hingga 1911. Pada tahun 1921, Reza Khan (juga dikenal sebagai Reza Shah) mengambil alih tahta melalui perebutan kekuasaan dari Qajar yang semakin lemah. Sebagai penyokong modernisasi, Shah Reza memulai pembangunan industri modern, jalan kereta api, dan pendirian sistem pendidikan tinggi di Iran. Malangnya, sikap aristokratik dan ketidakseimbangan pemulihan kemasyarakatan menyebabkan banyak rakyat Iran tidak puas.
Pada Perang Dunia II, tentara Inggris dan Uni Soviet menyerang Iran dari 25 Agustus hingga 17 September 1941, untuk membatasi Blok Poros dan menggagas infrastruktur penggalian minyak Iran. Blok Sekutu memaksa Shah untuk melantik anaknya, Mohammad Reza Pahlavi menggantikannya, dengan harapan Mohammad Reza menyokong mereka.
Malangnya, pemerintahan Shah Mohammad Reza bersifat otokratis. Dengan bantuan dari Amerika dan Inggris, Shah meneruskan modernisasi Industri Iran, tetapi pada masa yang sama menghancurkan partai-partai oposisi melalui badan intelijennya, SAVAK. Ayatollah Ruhollah Khomeini menjadi oposisi dan pengkritik aktif terhadap pemerintahan Shah Mohammad Reza dan kemudian ia dipenjarakan selama delapan belas bulan. Melalui nasihat jenderal Hassan Pakravan, Khomeini dibuang ke luar negeri dan diantar ke Turki dan selepas itu ke Irak